Keagungan dan Keutamaan Jihad
Keagungan Jihad di Dalam al-Quran
Al-Quran telah menempatkan jihad pada urutan yang paling utama di antara ibadah-ibadah yang lain. Al-Quran menyatakan dengan sangat jelas, agar kaum Muslim mencintai Allah dan RasulNya, serta jihad di jalan Allah di atas cintanya kepada yang lain. Allah SWT berfirman;
“Katakanlah 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” [TMQ al-Taubah (9):24]
Al-Quran telah menempatkan jihad pada urutan yang paling utama di antara ibadah-ibadah yang lain. Al-Quran menyatakan dengan sangat jelas, agar kaum Muslim mencintai Allah dan RasulNya, serta jihad di jalan Allah di atas cintanya kepada yang lain. Allah SWT berfirman;
“Katakanlah 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” [TMQ al-Taubah (9):24]
Al-Quran juga membandingkan perbuatan-perbuatan baik di dalam Islam dengan aktiviti jihad fi sabilillah. Allah swt berfirman:
“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim.” [TMQ al-Taubah (9):19]
Al-Quran juga melebihkan mujahid (orang yang berjihad) di atas orang tidak pergi berjihad. Allah swt berfirman:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang), satu darjat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (syurga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (iaitu) beberapa darjat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [TMQ al-Nisa’ (4):95-96]
Keutamaan dan Keluhuran Jihad di Dalam Sunnah
Hadis-hadis shahih telah menuturkan keagungan dan keluhuran jihad fi sabilillah di atas amal-amal soleh yang lain.
1. Jihad Adalah Amal Yang Paling Utama
Di dalam sebuah hadis dituturkan, bahawa Rasulullah saw telah menetapkan kedudukan jihad sebagai amal yang utama dibandingkan dengan amal-amal yang lain, setelah beriman kepada Allah SWT. Bahkan, jihad ditempatkan sebagai ra’s al-’amal (pangkal dari amal). Imam Bukhari menuturkan sebuah hadis dari Abu Dzarr ra, bahawasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:
“Amal apa yang paling utama? Nabi SAW menjawab, “Iman kepada Allah, dan jihad di jalanNya.”[HR. Bukhari]
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, ‘Hadits ini menunjukkan bahawa jihad merupakan amal yang paling utama setelah iman kepada Allah.” [1]
2. Orang Yang Pergi Berjihad Tidak Boleh Ditandingi Oleh Orang Yang Tidak Berangkat Berjihad
Dalam riwayat lain dinyatakan, bahawa kaum Mukmin yang tidak berangkat jihad, meskipun ia berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan amal kebaikan dan taqwa, dirinya tidak mampu menyamai orang yang pergi ke medan jihad. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah ra, bahawasanya para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:
“Ya Rasulullah! Amal apakah yang boleh menyamai jihad fi sabilillah? Nabi SAW bersabda, “Kalian semua tentu tidak akan sanggup mengerjakannya.” Para sahabat pun mengulangi pertanyaannya dua atau hingga tiga kali, namun setiap kali diajukan pertanyaan itu, Rasulullah SAW menjawab, “Kalian tidak akan mampu mengerjakannya.” Selanjutnya, pada pertanyaan yang ketiga, baginda SAW bersabda, “Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah seperti halnya sa’im (orang yang berpuasa) yang selalu mentaati ayat-ayat Allah, dan ia tidak berhenti dari solat dan puasanya, hingga mujahid di jalan Allah itu pulang kembali.”
Ini adalah redaksi hadis menurut versi Muslim. Sedangkan menurut versi Imam Bukhari disebutkan,
“Seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW, dan bertanya, “Tunjukkan kepadaku, amal apakah yang boleh menyamai jihad? Nabi SAW menjawab, “Aku tidak mendapati amal yang boleh menyamai jihad? Kemudian baginda SAW bertanya, “Apakah kamu mampu (mengerjakannya), jika seorang mujahid pergi berjihad, lalu kamu masuk ke masjidmu, kamu kerjakan solat tanpa pernah berhenti, dan kamu kerjakan puasa tanpa pernah berbuka? Kemudian ia berkata, “Lantas, siapa yang mampu mengerjakan hal itu?” Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya, berperangnya seorang mujahid berapa pun lamanya, nescaya akan ditulis baginya kebaikan-kebaikan.” [HR. Bukhari]
Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fath al-Baariy menyatakan,
“Imam Fudlail bin ‘Iyadl mengatakan, “Hadits ini menjelaskan keagungan jihad. Sebab, puasa dan ibadah-ibadah lain yang telah disebutkan keutamaan-keutamaannya di dalam hadis ini, seluruhnya setara dengan jihad. Bahkan, semua hal mubah yang dilakukan oleh seorang mujahid sebanding dengan pahala orang yang mengerjakan solat dan ibadah lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, “Kamu tidak akan sanggup mengerjakannya.” Sedangkan keutamaan tidak ditetapkan dengan jalan qiyas, akan tetapi ia adalah ketetapan dari Allah SWT kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Hadis ini menjadi bukti, bahawa jihad adalah seutama-utama amal secara mutlak.” [2]
Menurut Imam Nawawi, hadis ini menunjukkan keagungan dan keutamaan jihad dibandingkan amal yang lain. Sebab, solat, puasa, serta mentaati ayat-ayat Allah merupakan amal yang utama. Akan tetapi, Allah SWT menyetarakan kedudukan seorang mujahid dengan orang yang mengerjakan solat, puasa, dan mentaati ayat-ayatNya tanpa pernah berhenti –padahal ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia pun. Oleh karena itu, hadis ini dengan sangat jelas menunjukkan, bahawa jihad adalah seutama-utama ibadah di sisi Allah SWT. [3]
3. Jihad Sebagai Wasilah Menghindarkan Seksa
Sunnah juga menjelaskan bahawa jihad fi sabilillah merupakan wasilah (medium) untuk menyelamatkan diri dari api neraka dan seksa Allah di hari kiamat kelak. Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat, bahawa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah akan dijilat api neraka, debu-debu yang melekat di kaki seorang hamba yang berjihad di jalan Allah.” [HR Bukhari]
Hadis ini juga menunjukkan keutamaan dan keagungan jihad di jalan Allah. Ibnu al-Munayyir menyatakan, bahawa siapa saja yang kakinya berdebu karena berjihad di jalan Allah, nescaya Allah akan haramkan dirinya masuk ke dalam api neraka, baik ia berperang secara langsung mahupun tidak. [4] Sebab, debu-debu yang melekat di kaki para mujahid akan menyelamatkan dirinya dari seksa api neraka. Di dalam riwayat lain dinyatakan,
“Siapa saja yang kakinya berdebu karena berjihad di jalan Allah, nescaya Allah akan menjauhkan dirinya dari api neraka sejauh 1000 tahun perjalanan penunggang kuda yang memecut laju.” [HR Imam al-Thabarani di dalam al-Ausath].
4. Jihad Dapat Menghapus Dosa
Di riwayat yang lain juga diceritakan mengenai keberkatan jihad fi sabilillah meskipun dilakukan sebentar; yakni dapat menghapus dosa-dosa orang yang melakukannya. Dari Ibnu ‘Aidz diriwayatkan, bahawasanya ia berkata,
“Rasulullah SAW keluar mendatangi jenazah seorang lelaki. Ketika jenazah itu diletakkan, ‘Umar bin Khaththab berkata, “Jangan engkau solatkan Ya Rasulullah! Dia itu orang fajir.” Nabi SAW segera menoleh kepada orang banyak dan bertanya, “Apakah ada di antara kalian yang pernah melihat dirinya mengerjakan amal Islami? Seorang laki-laki menjawab, “Benar, Ya Rasulullah! Ia pernah menyibukkan diri dalam jihad di jalan Allah di suatu malam.” Nabi SAW pun mensolatinya, dan kemudian mengusap jenazah itu dengan tanah, seraya berkata, “Sesungguhnya, sahabatmu menduga engkau termasuk penduduk neraka, akan tetapi aku bersaksi bahawa engkau adalah penduduk syurga.” [HR. Imam Baihaqiy di Sya'b al-Iimaan];
Dan masih banyak lagi hadis-hadis yang memiliki pengertian yang sama.
5. Kaum Mujahid Adalah Seutama-utama Manusia
Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudriy, bahawasanya ia berkata:
“Rasulullah SAW ditanya, siapakah orang yang mulia (utama)? Beliau menjawab, “Seorang laki-laki yang berjihad di jalan Allah.” [HR Bukhari]
Hadis ini dengan sarih (jelas) telah menjelaskan kepada kita, bahawa orang yang berjihad di jalan Allah menduduki tempat yang utama. Kaum salaf al-soleh sangat memuliakan orang-orang yang dimuliakan Allah SWT. Mereka berlumba-lumba untuk memuliakan dan menghormati orang yang berjihad di jalan Allah. Di dalam kitab al-Sair al-Kabiir dituturkan sebuah riwayat dari Mujahid (beliau adalah seorang tabi’in dan termasuk muridnya Ibnu Umar), bahawasanya ia (Mujahid) berkata,
“Saya hendak pergi berjihad”. Mendengar ini, Ibnu Umar segera menuntun kudaku!! Aku pun melarang dirinya melakukan hal itu. Namun, ia berkata, “Apakah kamu tidak suka aku mendapatkan pahala? Sungguh, telah sampai berita kepada kami (Ibnu ‘Umar) bahawa orang yang membantu kaum Mujahid, maka kedudukannya diantara penduduk dunia tak ubahnya dengan kedudukan Malaikat Jibril di antara penduduk langit.” [5]
Nota kaki-
[1] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 5/149
[2] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 5/6
[3] Imam Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 8/ 82-83
[4] al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 6/29-30
[5] al-Sair al-Kabiir, juz 1/30 [HR Muslim]
“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim.” [TMQ al-Taubah (9):19]
Al-Quran juga melebihkan mujahid (orang yang berjihad) di atas orang tidak pergi berjihad. Allah swt berfirman:
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang), satu darjat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (syurga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (iaitu) beberapa darjat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [TMQ al-Nisa’ (4):95-96]
Keutamaan dan Keluhuran Jihad di Dalam Sunnah
Hadis-hadis shahih telah menuturkan keagungan dan keluhuran jihad fi sabilillah di atas amal-amal soleh yang lain.
1. Jihad Adalah Amal Yang Paling Utama
Di dalam sebuah hadis dituturkan, bahawa Rasulullah saw telah menetapkan kedudukan jihad sebagai amal yang utama dibandingkan dengan amal-amal yang lain, setelah beriman kepada Allah SWT. Bahkan, jihad ditempatkan sebagai ra’s al-’amal (pangkal dari amal). Imam Bukhari menuturkan sebuah hadis dari Abu Dzarr ra, bahawasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:
“Amal apa yang paling utama? Nabi SAW menjawab, “Iman kepada Allah, dan jihad di jalanNya.”[HR. Bukhari]
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, ‘Hadits ini menunjukkan bahawa jihad merupakan amal yang paling utama setelah iman kepada Allah.” [1]
2. Orang Yang Pergi Berjihad Tidak Boleh Ditandingi Oleh Orang Yang Tidak Berangkat Berjihad
Dalam riwayat lain dinyatakan, bahawa kaum Mukmin yang tidak berangkat jihad, meskipun ia berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan amal kebaikan dan taqwa, dirinya tidak mampu menyamai orang yang pergi ke medan jihad. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah ra, bahawasanya para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:
“Ya Rasulullah! Amal apakah yang boleh menyamai jihad fi sabilillah? Nabi SAW bersabda, “Kalian semua tentu tidak akan sanggup mengerjakannya.” Para sahabat pun mengulangi pertanyaannya dua atau hingga tiga kali, namun setiap kali diajukan pertanyaan itu, Rasulullah SAW menjawab, “Kalian tidak akan mampu mengerjakannya.” Selanjutnya, pada pertanyaan yang ketiga, baginda SAW bersabda, “Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah seperti halnya sa’im (orang yang berpuasa) yang selalu mentaati ayat-ayat Allah, dan ia tidak berhenti dari solat dan puasanya, hingga mujahid di jalan Allah itu pulang kembali.”
Ini adalah redaksi hadis menurut versi Muslim. Sedangkan menurut versi Imam Bukhari disebutkan,
“Seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW, dan bertanya, “Tunjukkan kepadaku, amal apakah yang boleh menyamai jihad? Nabi SAW menjawab, “Aku tidak mendapati amal yang boleh menyamai jihad? Kemudian baginda SAW bertanya, “Apakah kamu mampu (mengerjakannya), jika seorang mujahid pergi berjihad, lalu kamu masuk ke masjidmu, kamu kerjakan solat tanpa pernah berhenti, dan kamu kerjakan puasa tanpa pernah berbuka? Kemudian ia berkata, “Lantas, siapa yang mampu mengerjakan hal itu?” Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya, berperangnya seorang mujahid berapa pun lamanya, nescaya akan ditulis baginya kebaikan-kebaikan.” [HR. Bukhari]
Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fath al-Baariy menyatakan,
“Imam Fudlail bin ‘Iyadl mengatakan, “Hadits ini menjelaskan keagungan jihad. Sebab, puasa dan ibadah-ibadah lain yang telah disebutkan keutamaan-keutamaannya di dalam hadis ini, seluruhnya setara dengan jihad. Bahkan, semua hal mubah yang dilakukan oleh seorang mujahid sebanding dengan pahala orang yang mengerjakan solat dan ibadah lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, “Kamu tidak akan sanggup mengerjakannya.” Sedangkan keutamaan tidak ditetapkan dengan jalan qiyas, akan tetapi ia adalah ketetapan dari Allah SWT kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Hadis ini menjadi bukti, bahawa jihad adalah seutama-utama amal secara mutlak.” [2]
Menurut Imam Nawawi, hadis ini menunjukkan keagungan dan keutamaan jihad dibandingkan amal yang lain. Sebab, solat, puasa, serta mentaati ayat-ayat Allah merupakan amal yang utama. Akan tetapi, Allah SWT menyetarakan kedudukan seorang mujahid dengan orang yang mengerjakan solat, puasa, dan mentaati ayat-ayatNya tanpa pernah berhenti –padahal ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia pun. Oleh karena itu, hadis ini dengan sangat jelas menunjukkan, bahawa jihad adalah seutama-utama ibadah di sisi Allah SWT. [3]
3. Jihad Sebagai Wasilah Menghindarkan Seksa
Sunnah juga menjelaskan bahawa jihad fi sabilillah merupakan wasilah (medium) untuk menyelamatkan diri dari api neraka dan seksa Allah di hari kiamat kelak. Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat, bahawa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah akan dijilat api neraka, debu-debu yang melekat di kaki seorang hamba yang berjihad di jalan Allah.” [HR Bukhari]
Hadis ini juga menunjukkan keutamaan dan keagungan jihad di jalan Allah. Ibnu al-Munayyir menyatakan, bahawa siapa saja yang kakinya berdebu karena berjihad di jalan Allah, nescaya Allah akan haramkan dirinya masuk ke dalam api neraka, baik ia berperang secara langsung mahupun tidak. [4] Sebab, debu-debu yang melekat di kaki para mujahid akan menyelamatkan dirinya dari seksa api neraka. Di dalam riwayat lain dinyatakan,
“Siapa saja yang kakinya berdebu karena berjihad di jalan Allah, nescaya Allah akan menjauhkan dirinya dari api neraka sejauh 1000 tahun perjalanan penunggang kuda yang memecut laju.” [HR Imam al-Thabarani di dalam al-Ausath].
4. Jihad Dapat Menghapus Dosa
Di riwayat yang lain juga diceritakan mengenai keberkatan jihad fi sabilillah meskipun dilakukan sebentar; yakni dapat menghapus dosa-dosa orang yang melakukannya. Dari Ibnu ‘Aidz diriwayatkan, bahawasanya ia berkata,
“Rasulullah SAW keluar mendatangi jenazah seorang lelaki. Ketika jenazah itu diletakkan, ‘Umar bin Khaththab berkata, “Jangan engkau solatkan Ya Rasulullah! Dia itu orang fajir.” Nabi SAW segera menoleh kepada orang banyak dan bertanya, “Apakah ada di antara kalian yang pernah melihat dirinya mengerjakan amal Islami? Seorang laki-laki menjawab, “Benar, Ya Rasulullah! Ia pernah menyibukkan diri dalam jihad di jalan Allah di suatu malam.” Nabi SAW pun mensolatinya, dan kemudian mengusap jenazah itu dengan tanah, seraya berkata, “Sesungguhnya, sahabatmu menduga engkau termasuk penduduk neraka, akan tetapi aku bersaksi bahawa engkau adalah penduduk syurga.” [HR. Imam Baihaqiy di Sya'b al-Iimaan];
Dan masih banyak lagi hadis-hadis yang memiliki pengertian yang sama.
5. Kaum Mujahid Adalah Seutama-utama Manusia
Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat dari Abu Sa’id al-Khudriy, bahawasanya ia berkata:
“Rasulullah SAW ditanya, siapakah orang yang mulia (utama)? Beliau menjawab, “Seorang laki-laki yang berjihad di jalan Allah.” [HR Bukhari]
Hadis ini dengan sarih (jelas) telah menjelaskan kepada kita, bahawa orang yang berjihad di jalan Allah menduduki tempat yang utama. Kaum salaf al-soleh sangat memuliakan orang-orang yang dimuliakan Allah SWT. Mereka berlumba-lumba untuk memuliakan dan menghormati orang yang berjihad di jalan Allah. Di dalam kitab al-Sair al-Kabiir dituturkan sebuah riwayat dari Mujahid (beliau adalah seorang tabi’in dan termasuk muridnya Ibnu Umar), bahawasanya ia (Mujahid) berkata,
“Saya hendak pergi berjihad”. Mendengar ini, Ibnu Umar segera menuntun kudaku!! Aku pun melarang dirinya melakukan hal itu. Namun, ia berkata, “Apakah kamu tidak suka aku mendapatkan pahala? Sungguh, telah sampai berita kepada kami (Ibnu ‘Umar) bahawa orang yang membantu kaum Mujahid, maka kedudukannya diantara penduduk dunia tak ubahnya dengan kedudukan Malaikat Jibril di antara penduduk langit.” [5]
Nota kaki-
[1] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 5/149
[2] Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 5/6
[3] Imam Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 8/ 82-83
[4] al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 6/29-30
[5] al-Sair al-Kabiir, juz 1/30 [HR Muslim]